Rabu, 06 Februari 2008

Keteguhan Hati Dokter Kanserina

Sejak tahun 2001 dia menjadi satu-satunya dokter spesialis penyakit dalam di Pulau Nias. Sebelumnya, dokter spesialis penyakit dalam tidak pernah ada di Tano Niha. Meskipun jauh dari gemerlap hidup dokter spesialis, Kanserina mengaku bangga.

Bangga, sebagai orang Nias bisa melayani orang Nias sendiri. Kebahagiaan itu meretas di dalam rumah dinas dari papan kayu 6 meter x 12 meter beratap seng. Pilihan hidup Rina, panggilan akrab perempuan 46 tahun itu, tidak seperti dokter spesialis kebanyakan.

Nias yang terisolasi secara geografis bukanlah medan ringan bagi seorang dokter. Meskipun begitu, tak terdengar keluhan dari penghuni rumah di Jalan Cipto Mangunkusumo, Gunungsitoli, itu. Tinggal di rumah yang terletak 10 meter dari RSU Gunungsitoli tersebut mengharuskan dia on call (bisa dihubungi) setiap saat jika ada yang membutuhkan.

Kewajiban memberi pelayanan kesehatan tak terbatasi waktu. Apalagi, Nias baru saja dilanda bencana tsunami dan gempa. Kebanyakan orang Nias sakit tuberkulosis (TB) dan anemia. Setiap hari, sedikitnya lima penderita TB yang dia layani.

Kewajiban yang begitu besar memang tidak sebanding dengan pendapatan yang dia terima. Meski penghasilan bersih Rina hanya Rp 3,8 juta per bulan, itu tidak membuat dia merasa kekurangan. Pendapatan itu sudah cukup membahagiakannya.

Dari uang itu, paling tidak Rp 1,2 juta setiap bulan pasti dia belanjakan untuk pergi ke Medan menemui suami dan anaknya. Belum termasuk biaya komunikasi via telepon dengan keluarganya.

Pendapatan Rina jauh lebih kecil dibandingkan dengan insentif seorang dokter magang sebuah universitas terkemuka yang sengaja didatangkan ke Nias untuk mengisi kekurangan dokter. Para dokter muda itu mendapat insentif Rp 15 juta per bulan (separuh dari jumlah itu diperuntukkan bagi almamaternya).

Amanat orangtua

Bertugas di Nias mempunyai arti khusus bagi Rina karena merupakan amanat orangtuanya, Sozanolo Dachi (almarhum). Ayahnya menginginkan Rina mengabdi di Tano Niha (tanah Nias). Maka, sejak 2001 dia menjadi satu-satunya dokter spesialis penyakit dalam di pulau itu.

Tahun 2001, sahabatnya yang juga Wakil Bupati Nias Agus H Mendrofa menemuinya di Medan. Agus mengajak Rina mengabdi di Nias. Dalam sejarah, tak pernah ada dokter spesialis penyakit dalam bertugas di Nias. Para dokter, apalagi dokter spesialis, enggan bertugas di daerah yang terkepung lautan luas dan terpisah dari daratan Sumatera itu.

Apa yang dia lakukan selaras dengan nama pemberian orangtuanya. Kanserina Esthera berarti "ibu harapan pembela keadilan". Begitulah kira-kira harapan orangtuanya kepada Rina.

Sebelum ke Nias, perempuan yang lahir di Jakarta, 29 Juni 1961, ini belum banyak tahu tentang tanah leluhurnya. Maklum saja, ayahnya seorang pegawai negeri sipil di Departemen Perhubungan. Masa sekolahnya dari SD sampai pendidikan spesialis dia jalani di Medan. Orangtuanya bertugas di Administratur Bandara, Pelabuhan Belawan.

SD sampai SMA dia jalani di Belawan, Medan. Kemudian masuk Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) dan lulus 1987. Rina kemudian melanjutkan pendidikan spesialis penyakit dalam, juga di USU.

Pengalaman tugasnya hampir seluruhnya dia jalani di Medan dan sekitarnya sebelum memilih tanah leluhurnya di Nias. Pada awal karier sebagai dokter, dia bertugas di RSU RM Djoelham Binjai (1988-1992). Dia juga pernah menjadi staf Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan (1992). Sebelum mengambil program pendidikan dokter spesialis, Rina bertugas di Puskesmas Pembantu Tanjung Gusta 1992-1995, dan sejak 2001 sampai sekarang dia mengabdi di Nias.

Korban gempa

Meskipun juga menjadi korban gempa pada 28 Maret 2005, bukan berarti dia libur bertugas di Nias. Pada saat gempa, rumahnya terbelah jadi dua, lantainya ambles. Namun, Rina tetap memberikan pelayanan bagi korban gempa. Bahkan, sampai sekarang pun rumahnya belum direhabilitasi.

Dia sempat mengoperasi korban gempa yang kepalanya robek tertimpa reruntuhan bangunan. Saat itu tenaganya sungguh berarti karena pertolongan medis pertama baru sampai 21 jam setelah bencana terjadi.

"Ada 79 orang yang sempat saya tangani. Sebagian besar harus menjalani pembedahan dan pertolongan pertama," kenangnya. Semua itu dia lakukan dengan peralatan seadanya dan obat-obatan sisa di RSU Gunungsitoli.

Masa sulit itu justru membuat dia berkesan. Itu tidak membuatnya kapok bertugas di Nias. Dukungan dari suami dan dua anaknya merupakan semangat terbesar.

"Suami saya tidak pernah meminta saya kembali ke Medan, begitupun anak-anak," katanya. Setiap hari, komunikasi dengan suaminya, Faigiziduhu Bu’ulölö, dosen Fakultas Matematika IPA USU, dia lakukan melalui telepon. Di rumah papan kayu, hidup sendiri tak membuat dia kesepian. Di saat senggang, Rina gemar merancang baju dan tas. Kedamaian itu anugerah terindah yang dia terima.

Sebulan sekali Rina pulang untuk bertemu keluarga di Medan. Anak pertamanya Beatrice Angela Bu’ulölö (22) kini bertugas sebagai dokter muda di RSUP Adam Malik, Medan. Adapun anak bungsunya, Roland Lukas Bu’ulölö (19), kuliah di Jurusan Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Belum terlaksana

Suatu hari, orangtuanya pernah berpesan agar dia nanti bertugas di RS Lukas, Nias Selatan. Rumah sakit yang terletak sekitar 90 kilometer dari Gunungsitoli itu pada tahun 1960-an merupakan rumah sakit termodern di Nias. Bahkan, sebagian peralatan medisnya tercatat paling bagus di seluruh RS di Sumut.

Rumah sakit yang didirikan di atas tanah kakeknya itu merupakan bantuan misionaris Jerman yang kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah. Belakangan, RS itu bukannya bertambah maju, malah semakin mundur dan " turun" status menjadi puskesmas.

Bantuan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Perwakilan Nias untuk RS itu terkendala persoalan ego sektoral. Para elite pemerintah dan legislatif di Nias Selatan berencana memindahkannya ke tempat lain. Pemindahan itulah yang kemudian menimbulkan perdebatan tak berujung.

Kanserina sedih. Persoalan itu menghambat pengembangan rumah sakit satu-satunya di Nias Selatan. Baginya, pindah dari Pulau Nias merupakan pilihan yang sulit. Satu sisi, dia ingin dekat dengan keluarganya, satu sisi dia ingin memenuhi amanat orangtuanya yang belum terlaksana. "Saya sulit menjawab, antara ya dan tidak," katanya saat ditanya soal kemungkinan pindah dari Pulau Nias.

Kiat Meraih Kesuksesan

Semua orang ingin meraih yang terbaik dalam hidup. Namun pada kenyataannya banyak orang yang tidak berhasil dan menghabiskan sisa hidupnya dengan perasaan tidak puas. MENGAPA ?? mungkin karena mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk meraih keberhasilan hidup.

Berikut prinsip-prinsip sukses berdasarkan teori para pakar dan pengalaman orang-orang yang sukses…


MILIKILAH KEYAKINAN SUKSES

Orang-orang yang sukses telah membuktikan bahwa sukses bisa menjadi milik orang yang punya keyakinan akan sukses.
Buktinya ? banyak orang yang cacat fisiknya namun berhasil meraih prestasi tinggi, tidak sedikit orang yang berlatar miskin menjadi pengusaha yang berhasil, banyak orang terkenal yang sukses meskipun tanpa menyandang gelar sarjana

BERTEKADLAH UNTUK SUKSES

Dengan semangata yang berkobar seperti apa, anda benar-benar siap berjuang habis-habisan untuk mewujudkahn impian anda

BERJUANGLAH UNTUK SUKSES

Jangan hanya sekedar berkhayal ingin sukses. Berjuanglah untuk mewujudkan impian anda. Dengan penuh keberanian, hadapilah semua rintangan dan tantangan yang menghambat langkah maju anda. Ingatlah selalu NO PAIN, NO GAIN, TIDAK ADA KEBERHASILAN TANPA PERJUANGAN

TENTUKAN SUKSES YANG INGIN ANDA RAIH

Anda perlu menargetkan sukses yang ingin anda raih. Bila belum terbiasa, mulailah dari sukses-sukse kecil. Bila anda sudah terbiasa berjuang dan mengalami sukses-sukses kecil, anda akan lebih siap untuk meraih sukses-sukses yang lebih besar

BERKATALAH MENGENAI SUKSES

Kata-kata anda sangat mempengaruhi kehidupan anda. Pergunakanlah sesering mungkin kata-kata yang bermakna sukses. Buanglah kata-kata yang mengandung kegagalan. Misalnya : mustahil diganti mungkin, akan saya coba, pasti bisa dsb

BERSIKAPLAH SEBAGAI ORANG SUKSES

Tidak hanya perkataan, sikap anda juga harus menunjang keyakinan sukses anda. Kembangkanlah sikap optimis dan pantang menyerah, tanggaplah dalam menangkap peluang, berusahalah uhntuhk bekerja secara profesional, perguhnakan waktu dengan bijak, dsb

BERANILAH MENGHADAPI SUKSES YANG TERTUNDA

Kegagalan bukan akhir dari perjuangan. Kegagalan hanyalah sukses yang tertunda. Selalu ada pelajaran berharga dibalik setiap kegagalan. Jangan biarkan keyakinan sukses anda padam hanya oleh kegagalan. Bertahanlah dalam menghadapi kegagalan


BELAJARLAH TERUS MENGENAI SUKSES

Anda bisa belajar dari orang-orang yang sukses, dari buku-buku mengenai sukses, dari semua orang yang anda jumpai setiap hari. Semakin banyak pengetahuan anda mengenai sukses, semakin luas wawasan anda, maka akan semakin mudah bagi anda untuk meraihnya

BERDOALAH UNTUK SUKSES

Dalam semua agama diyakini bahwa Tuhan selalu mau memberikan yang terbaik kepada umat yang di kasihi-Nya. Banyak orang besar yang sukses punya motto hidup :Ora et Labora, berdoa dan bekerja (berusaha)

NIKMATILAH SUKSES ANDA

Tidak ada yang lebih menyenangkan dari pada menikmati sukses yang kita raih. Syukurilah setiap sukses dan nikmatilah hasil perjuangan anda. Pasti anda akan punya semangat baru dan energi yang lebih besar untuk meraih sukses-sukses lainnya


Selamat meraih KESUKSESAN dalam hidup anda…!!

Sabtu, 02 Februari 2008

Mieke Amalia vs Christian Bautista


Udah pernah liat dong video clipnya Christian Bautista yang judul lagunya “For Everything I am”? Mudah mudahan udah. Kalo yang belon, harap diketahui bahwa di video clip itu yang jadi bintangnya adalah Mieke Amalia.

Di video clip itu Mieke berperan jadi seorang ibu yang punya anak perempuan pengidap kanker. Sang ibu dengan tabahnya berusaha membuat hari-hari terakhir dalam hidup anaknya penuh tawa dan kegembiraan. Dia menghibur anaknya setiap hari dengan permainan-permainan yang konyol dan lucu. Semua dilakukan sepuas puasnya sampai akhirnya anak itu dijemput malaikat maut. Sedih dan terharu deh liat video clipnya…
Shooting video clip itu udah cukup lama dilakukan. Kurang lebih bulan April 2006. Menurut Mieke ada cerita lumayan lucu waktu pengerjaan video clip itu.
Ceritanya gini….
Christian Bautista kan belum pernah bertemu muka sama Mieke. Makanya dia nanya nanya ama sutradara video clip tentang siapa yang bakal jadi bintang video klipnya. Sang sutradara bilang sama Christian bahwa artis yang akan jadi bintang video clipnya adalah selebriti cewek yang lagi ngetop di Indonesia. Karakternya keibuan, punya sense of humor yang tinggi dan wajahnya cantik. Bakal cocok banget dengan peran dalam video clip. Christian seneng-seneng aja mendengar cerita sang sutradara. Malahan dia jadi penasaran pingin ketemu langsung dan kenalan sama Mieke.
Nah.. Pas hari shooting, sang sutradara ngajak Mieke ketemuan ama Christian untuk kenalan. Disamperin lah si Christian yang sedang make up supaya dia bisa kenalan dan melihat langsung Mieke Amalia yang digambarkan sebagai perempuan keibuan yang lucu dan cantik jelita itu.
Sampe di tempat Christian, Mieke nyolek si Christian dan menyodorkan tangan ngajak kenalan sambil bilang ,” Hi my name is Mieke, I am the one who will be in your video clip….”.
Begitu Christian nengok dan ngeliat muka Mieke, mendadak sontak dia shock berat. Mukanya pucet. Bingung, speechless. Pokonya ga tau mo ngomong apa deh. Kenapa?
Rupanya dia kaget setengah mati ngeliat Mieke giginya tonggos, panjang-panjang, rada keitem-itemen di beberapa bagian, dan tumbuh agak jarang jarang. “Llllhoo…? Jadi ini nih? Artis yang katanya cantik banget dan keibuan itu??!! Kok giginya agak aneh ya?”
Ngeliat muka Christian yang pucet mau pingsan itu, Mieke gak tega juga. Dibukanya lah gigi palsu yang dia pake, sambil senyum senyum jail….
Christian luar biasa lega dan bilang,” I knew it…..!!” Sambil ketawa terbahak bahak. Dia lega juga karena gak jadi dapet bintang video klip yang giginya tonggos item kayak gigi palsu yang biasa dipake Tora kalo lagi syuting Extravaganza…
Mik… kalo jail jangan kelewatan dong. Kesian kan si Christian… Bisa-bisa doi trauma dan kapok dateng ke Indonesia…

Beberapa hal tentang kemiskinan diri

Energi Negatif yang Membuat Anda Tidak Bahagia

Ketidakbahagiaan merupakan sebuah akibat dari energi negatif yang Anda terima. Energi tersebut masuk dan bersemanyam di bawah alam bawah sadar Anda sehingga Anda menjadi kerdil dalam kepribadian. Anton Pasariboe dalam bukunya “15 Energi Negatif Sumber Ketidakbahagiaan” mencoba menjelaskan tentang hal yang akan kita bicarakan. Supaya Anda lebih rileks dan énjoy dalam membacanya, tidak ada salahnya kita buat ini dalam beberapa bagian sehingga mudah bagi Anda untuk mencernanya.

Ups! Berhati-hatilah dalam bersikap! Bisa jadi Anda sendiri yang memproduksi energi negatif itu. Jika kita bisa mengolah apa yang kita terima dengan baik, melihat masalah secara komprehensif, yakinlah bahwa selalu ada jalan keluar. Ingat, hidup ini adalah lukisan Yang Maha Kuasa. Inilah energi-energi negatif yang membuat kita menjadi kerdil. Selamat menikmati sajian yang sudah kami olah ini. Olahan kami menambah cita rasa tanpa menghilangkan esensinya.

1. Kemiskinan

Jelas sekali di zaman yang serba uang ini tidak ada yang mau menjadi miskin. Namun, seringkali kita bingung bagaimana caranya untuk mendapatkan uang yang cukup, atau bahkan berlebih. Nah, di tengah kebingungan ini, kita mulai memproduksi energi negatif untuk mencari penyelesaian masalah, yaitu uang. Kita terkadang menuntut suatu kompensasi penyaluran, yaitu kemarahan dan emosional. Contohnya, jika kita tidak punya uang, kita mudah marah, mudah menyalahkan, mudah curiga, dan sebagainya. Jika kita sudah punya uang berlebih, kita selalu menyalahkan diri sendiri atau orang lain jika gagal mendapatkan proyek ataupun keuntungan yang jauh lebih besar.

Kemiskinan, pada setiap orang, haruslah dilawan. Tidak ada kata menyerah melawan penjajahan kemiskinan. Namun, harus disadari bahwa kita tidak bisa melihat pada diri sendiri untuk melawannya. Mengapa? Karena dalam kesendirian, kita mulai merancang tindakan dan jalan keluar. Memang tidak salah untuk memiliki ide pribadi yang membangun, namun kecenderungan kita, terutama pada saat sekarang, adalah mengasah rasionalitas jalan pintas. Dari sini mucul pesugihan, pencurian, penculikan dan sebagainya. Hati nurani pun mati.

Semua tindakan itu dimulai dari langkah-langkah kecil yang kita lakukan yang menempatkan pikiran dan perasaan bahwa kita benar. Merasa diri benar. Contohnya, karena keterbatasan ekonomi keluarga, pencurian yang dilakukan demi keluarga pun dianggap benar. Apakah seorang “Robin Hood” benar atau salah? Kita dapat melihat dari sudut pandang manapun, namun dalam realita situasinya tidak semudah cerita. Dengan kita merugikan orang lain, melalui jalan pintas, kita menghancurkan orang lain. Sebenarnya kita juga menghancurkan diri kita sendiri jika kita melakukan jalan pintas. Kita mempunyai nama jelek di komunitas ataupun masyarakat. Nurani kita tumpul untuk mengajari yang lebih muda ataupun anak-anak kita. Tidakkah Anda berpikir, bagaimana jika semua orang melakukan, katakanlah kejahatan, seperti yang kita buat? Bukankah jika semua orang melakukannya, kita sendiri adalah korban dan pelaku satu sama lain?

Lalu bagaimana? Tidak mudah melawan kemiskinan. Berjuang bersama saja kita masih kesulitan, bagaimana berjuang sendiri? Kita harus berjuang bersama-sama melawan kemiskinan. Jangan biarkan energi negatif akibat kemiskinan merusak hidup kita. Bagaimanapun caranya, jika kita berjuang bersama-sama di bidang industri, pertanian, pendidikan, koperasi, kita pasti bisa. Apalagi masyarakat kita adalah masyarakat yang religius, harapan adalah kekuatan dan jiwa dari perjuangan kita. Kita tidak boleh lepas dari harapan.

2. Kebencian

Kebencian adalah energi negatif yang menghancurkan hati nurani kita. Hati nurani kita, senjata kita untuk melawan kemiskinan sesama, menjadi buta. Yang Kuasa saja tidak membenci kita, mengapa kita harus membenci satu sama lain? Apa yang kita lakukan saja belum dapat “membalas budi” baiknya sang Kuasa yang sudah memberi kita kehidupan. Mengapa harus diperburuk dengan kebencian?

Ketidakcocokan satu dengan yang lain tidak perlu dibuntuti dengan kebencian. Kita bisa membuat pembatasan terhadap diri kita jika merasa tidak cocok terhadap suatu hal dan tetap menghormati apa yang ada pada orang lain. Memang tidak mudah, maka dari itu, kita membuat pembatasan. Kebencian membuat kita berlaku tidak sepantasnya kepada orang lain. Tindakan itu makin menjadi-jadi ketika kita ingin menolak situasi yang tidak kita senangi atau jika perasaan cinta dan ego kita diusik. Di dalam kebencian kita, kita gembira melihat penderitaan orang lain. Kita merasa menang! Lalu apa? Bukankah kita baru saja kehilangan “teman”?

Maka dari itu kebencian tidak perlu. Pembatasan yang jelas pun dapat kita buat kompromi satu sama lain. Ingatlah bahwa kita perlu teman untuk melawan kemiskinan kita, apapun itu, miskin harta, miskin iman, miskin harapan, dan bahkan “miskin” keuntungan, “miskin” popularitas, dan sebagainya.

3. Kesombongan

Tanpa disadari, kita memiliki pikiran bahwa orang lain memiliki derajat yang berbeda dengan kita. Seringkali kita menempatkan orang lain di bawah kita karena masalah SARA, kekayaan, almamater, jabatan, dan sebagainya. Kita merasa bisa seperti itu atas semua yang sudah kita kerjakan. Karena itu pantaslah jika orang lain yang “di bawah” kita penuh dengan keterbatasan. Sebaliknya jika kita menemui orang yang posisinya “lebih tinggi”, kita diam atau mencari muka.

Kesombongan kita mewujud dalam sikap kita secara tidak sadar. Dimulai dengan pikiran-pikiran bahwa kita berlebih, lalu tidakan, dan berakhir pada sikap batin, hati nurani. Jiwa kita menjadi kosong dengan aspek kemanusiaan, moral, dan iman spiritual. Kebencian pun mewujud.

Suatu tindakan yang bijaksana apabila kita tetap mengolah hati nurani kita. Secara religius, kita menjaga hubungan dengan Sang Pencipta dengan tetap berterimakasih atas apapun yang diterima. Secara duniawi, kita menjaga jarak yang “tetap dekat” dengan sesama kita. Bayangkan jika ada orang yang takut berhadapan dengan kita karena posisi, jabatan, kekayaan, atau apapun yang membuat dirinya kerdil, dia pasti akan diam saat bertemu dengan kita. Mengapa? Dia takut salah di hadapan kita, bahkan hanya untuk menyapa! Daripada dia membuat masalah dengan kita, lebih baik dia diam.

Lalu apa? Apakah mereka yang di “bawah” kita perlu dikasihani karena posisi kita? Mungkin, biarkan hati nurani yang berbicara. Sebenarnya kitalah yang perlu dikasihani atas posisi kita. Semakin ke atas, semakin sedikit teman-teman kita. Di antara teman-teman kita, yang “sederajat”, gengsi terjadi. Perasaan tidak mau kalah menang atas sosialitas kita. Di posisi puncak, kita merasa diri menang, namun sendirian. Muncul idiom seperti “Buat apa hati jika sudah kaya?”. Menyedihkan bukan? Inilah hasil dari energi negatif yang kita produksi sendiri, yaitu kesombongan.

Lalu bagaimana supaya tidak sombong? Kita sudah sering belajar dari generasi-generasi di atas kita untuk “selalu melihat ke bawah, jangan ke atas”. Mengapa? Fokus saat kita melihat ke atas adalah diri kita sendiri. Saat melihat ke bawah, fokus kita adalah tetap diri sendiri, namun ditambah orang lain. Lihatlah, bukankah kita mendapat “berlebih” dengan melihat ke bawah, yaitu diri sendiri + orang lain = komunitas? Kita coba seperti ini. Kita ini seorang manager. Kita tidak peduli dengan keinginan karyawan kita untuk adanya jam minum kopi. Kinerja menurun. Karyawan diam. Permasalahan di kalangan karyawan tidak terselesaikan karena mereka diam. Melihat mereka diam, kita pun mudah marah. Tragis bukan? Coba kita balik! Kita mengizinkan adanya jam minum kopi selama 5 menit. Mereka senang. Kinerja stabil, bahkan cenderung meningkat. Komunikasi terjaga, dan intensitasnya selalu meningkat seiring seringnya jam minum kopi bersama pimpinan mereka - kita. Masalah tersampaikan sehingga dapat diselesaikan. Berlebih bukan?

4. Kekhawatiran

Kita selalu merasa khawatir jika menemui permasalahan yang sulit. Kekhawatiran muncul ketika kita menemukan batasan kita. Kita lupa bahwa kita punya akal budi, hati nurani dan bahkan teman. Kita berfokus pada masalah, bukan pada solusi. Karena itulah yang kita dapatkan adalah masalah, bukan solusi.

Think out of the box! Kita sering mendengar ini. Lalu apa? Terserah kita! Kita dapat membiarkannya sebagai ungkapan. Namun, kita juga dapat menempatkannya sebagai solusi. Ingat, kita punya pikiran, hati nurani, teman dah bahkan Tuhan yang dapat membantu menyelesaikan masalah kita. Sama seperti mobil, kita merasa rugi jika tidak terpakai bukan? Jika kita sanggup “berpikir” (bukan sekedar menggunakan pikiran namun segenap hati nurani, iman dan pikiran teman) secara strategis, selalu ada solusi. Khawatir bisa kita tindak secara positif.

Kekhawatiran adalah netral. Yang menjadi negatif adalah manifestasi kita, ketakutan. Maka dari itu, kekhawatiran harus ditindak secara positif. Kekhawatiran adalah sahabat kita. Jika kita tidak pernah khawatir, kita menjadi kurang peka, bahkan tidak. Namun, jika kita khawatir dan itu ditindak secara positif, kesuksesan pun datang. Perlu juga disadari bahwa kesuksesan kita bukanlah semata-mata karena pikiran atau faktor manusiawi kita. Jika kesadaran itu tidak ada, maka kita pun menjadi sombong. Kita pun lupa akan Tuhan! Ukuran kita menjadi ukuran yang semata-mata duniawi dan menyampingkan aspek iman dan sosial. Maka, kita harus seimbang, dunia dan iman.